Virus Mematikan, Langka, dan Menular dari Kopdar Guraru 2013

20131123_174046

Foto: Saya dan Kopdar Guraru

Hari guru tahun 2013 ini saya rayakan lebih awal bersama dengan teman-teman saya di acara Kopdar Guraru Award  Memang acara Kopdar ini dikemas dengan begitu sederhana. Pembicara, panitia, dan juga pesertanya pun merupakan pendidk yang juga sama-sama berkecimpung dalam dunia pendidikan Saya sering mengikuti bebragai kegiatan seminar, workshop, dan pelatihan guru. Tetapi, kali ini, saya benar-benar terkesima dengan kesederhanaan dan semangat acara ini uag merobohkan tembok pembatas antar guru yang seringkali dipisahkan oleh senioritas, pengalaman, pengetahuan, dan jabatan. Disini, saya bertemu dengan berbagai macam peserta dan panitia yang berbeda latar belakang namun memiliki satu semangat sebagai guru era baru.  Namun, yang paling mengejutkan, di balik kesederhanaan orang-orang yang hadir, saya justru mendapat suntikan ‘virus’ yang mengubahkan hidup saya selamanya sebagai seorang guru. Virus ini ‘mematikan’, ‘langka’, dan ‘menular’.

Mengapa ‘mematikan’?
Ketika menginjakkan kaki di acara ini, semua kejenuhan dan kelelahan mengajar seminggu rasanya ‘mati’ di tempat. Virus ini berhasil mematikan kondisi statis dan stagnan pendidik dan menghidupkan semangat dinamis dan progresif pendidik untuk mau belajar dan berkarya. Virus ini ditularkan perlahan-lahan tapi mematikan, mulai dari sharing pemenang guraru award tahun lalu, Pak Bukik yang membagikan wawasan pentingnya literasi digital, juga sesi gamifikasi sampai presentasi nominasi guraru award. Di setiap sesi ini, saya sendiri menyaksikan ‘kematian’ dari label ‘sok tahu’, ‘sombong’, ‘egois’ yang seringkali menjadi cap guru-guru senior. Saya melihat justru minat belajar yang tinggi, kerendahan hati yang terbuka, dan semangat berbagi dan saling mendukung lewat setiap interaksi yang saya temukan baik peserta dan pembawa materi ini. Tembok-tembok senioritas pengalaman, gelar, pangkat semua rubuh melalui pengalaman terbuka dari setiap guru. Virus ‘mematikan’ yang disebarkan oleh guru-guru ini pun mematikan kata ‘saya tidak bisa’ dalam hati dan pikiran saya sebagai pendidik. Kematian inilah yang justru membangkitkan saya untuk kembali menulis di blog tentang acara guraru ini.
Mengapa ‘langka’?
Nah, di bagian ini saya akan cerita pengalaman langka yang saya dapatkan di guraru. saya bertemu dengan banyak orang-orang langka disini!
20131123_173741
Foto : Agus Sampurno & Saya

Pertama, lewat sharing dari guru-guru disana, saya yakin banget bahwa banyak guru yang memiliki cerita, pengalaman, dan inovasi yang serupa.Mulai dari sharing Pak Bukik yang berbagi cerita tentang pentingnya literasi digital bagi generasi masa kini. Juga, sharing Ibu Amiroh ttg gamification yg menambah makna dalam belajar, lalu sharing dari presentasi nominasi guraru award mulai dari Pak Rudy yang berbagi perjuangannya menggunakan media sosial yang kreatif di sekolahnya Ibu Mugi Rahayu yang melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan aktif dan nyata di blognya, lalu Pak Sukani yang merancang e book dan animasi yang memperkaya pembelajaran. Memang, saya rasa hal ini bukanlah hal yang baru banget buat guru-guru. Cuma kelangkaan dari pengalaman guru-guru ini berasal dari hati dan semangat belajar untuk melakukan inovasi ini. Mulai dari website takita yang diinisasi Pak Bukik untuk melakukan aksi nyata mengembangkan pembelajaran digital lewat aplikasi digital. Dengan penuh antusias, Pak Bukik juga mempromosikan cara belajar digital yang dilengkapi dengan rasa ingin tahu,beragam,relasional, sosial,berkreasi,tantangan, dokumentasi. Kelangkaan visi dan cita-cita hidup mewujudkan gaya belajar digital inilah yang membedakan Pak Bukik dengan banyak guru termasuk. Dengan aplikasi nyata yang ia terapkan, saya menemukan pribadi yang sudah berusaha mewujudkan  cita-citanya. Dalam sesi gamifikasi, justru yang menjadi langka bukanlah pengetahuan gamifikasi itu sendiri karena sekali lagi pengetahuan bisa didapat di google dengan cepat. Justru kelangkaan yang saya temukan dalam diri Ibu Amiroh bagaimana ia dapat menunjukkan bahwa belajar itu BISA sambil bermain. Dengan melakukan simulasi pelajaran yang rumit dalam bentuk permainan yang sederhana, menyenangkan, dan aplikatif, saya melihat playful spirit yang jarang dimiliki guru. Sama halnya ketika saya bertemu dengan Pak Agus Sampurno yang kini menjabat sebagai kepala sekolah, saya menemukan kelangkaan yang ada dalam pribadinya berupa kerendahan hati, semangat belajar, dan keterbukaan.  Sungguh banyak pribadi langka disini yang benar-benar luar biasa!

Tak kalah inspiratifnya, tiga finalis guraru award menawarkan kelangkaan ide, semangat, dan hati yang melebur menjadi satu. Perjuangan Pak Rudi membuat inovasi mungkin dialami oleh banyak guru di Indonesia. Hanya Pak Rudi memang guru yang langka bagi saya karena ia menceritakan sisi gelap dan titik terlemah serta kejatuhan yang ia alami dengan begitu gamblang. Jarang sekali guru senior seperti beliau mau mengakui bahwa ia pun pernah jatuh dalam kesombongan akan inovasi dan tulisannya, namun disitulah ia merefleksikan inovasi yang ia kerjakan untuk dimaksimalkan. Selain itu, kerendahan hati dan keterbukaan Bapak ini untuk bangkit dari kejatuhannya dan memulai kembali inovasi yang berkualitas adalah hal yang langka bagi saya pribadi. Demikian juga Ibu Mugi yang membagikan perjuangannya dari titik terbawah belum mengenal email sampai menulis blog dengan melibatkan anak-anak dengan metode yang simpel tapi berhati BESAR untuk belajar. Pak Sukani yang berhasil memenangkan Guraru award ini pun menunjukkan kelangkaannya dengan membuat animasi dan ebook yang sangat orisinil dengan mengintegrasikan karakternya dalam karyanya. Inovasi memang sudah banyak dilakukan oleh guru-guru Indonesia, tapi menurut saya yang langka bukanlah inovasi hasil ciptaan kita sendiri, tapi pribadi, hati, semangat, jiwa yang mau belajar itulah kelangkaan yang terbesar di ajang kopdar guraru award.
Mengapa Menular?

Akhirnya, virus yang mematikan dan langka itu benar-benar menginfeksi dan menularkan penyakitnya dalam hidup saya. Dari kelangkaan visi yang diwujudnyatakan Pak Bukik dengan websitenya, ia menularkan semangat untuk mengajarkan siswa untuk belajar dengan menjadi guru yang membangkitkan rasa ingin tahu, sebagai partner menyediakan sumber pengetahuan yang tak terbatas, dan terus berperan seperti ‘nenek’ yang terus motivasi siswa belajar. Jika kita mau adu saingan memberi pengetahuan dengan google, pasti kita akan kalah tapi jika kita menunjukkan sisi humanitas berupa ketiga hal di atas, kita justru akan memperlengkapi teknologi tersebut dalam pembelajaran siswa. Selain Pak Bukik, Ibu Amiroh pun menyebarkan semangat belajar teknologi informasi dan gamifikasi dlm belajar. Spirit langkanya yang memaksimalkan potensi siswa dengan jiwa ‘playful’ ini berhasil menginfeksi pikiran saya untuk merencanakan pembelajaran dengan mengintegrasikan elemen game dalam pelajaran.

20131123_173850

Foto: Pak Rudi & Saya

Ketiga finalis Guraru pun menularkan semangatnya dalam hidup saya dengan keunikannya masing-masing. Mulai dari Pak Rudy yang bukan sekedar menciptakan inovasi di sosial media, tetapi dengan responnya untuk menyebarluaskan semangat media sosial ini ke siswa bahkan ke sesama koleganya di sekolah. Saya tertular untuk menginterasikan teknologi dan aplikasi visual dan sosial media dalam memperkaya pembelajaran. Saya tertular untuk menularkan virus belajar teknologi ini ke rekan sekerja saya yang justru seringkali sulit belajar hal baru. Gebrakan Pak Rudi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Palangkaraya inilah yang berhasil menginfeksi saya untuk terus mencari inovasi dan melakukan penelitian untuk merubuhkan kondisi stagnan, statis, dan kesombongan yang seringkali dialami guru untuk belajar sesuatu yang baru. Kerendahan hati Pak Budi inilah yang menginfeksi saya untuk terus bersemangat menjadi bagian dari transformasi pendidikan di Indonesia. Andai dia ada di sekolah saya, saya akan masuk ke kelasnya dan banyak berdiskusi dengan beliau setiap hari. Ibu Mugi juga menularkan semangat dan konsistensinya untuk menulis dan berbagi di blog yang akan coba saya mulai setelah ikut guraru award ini. Pasti gag mudah, tapi thanks Ibu Mugi yang membangkitkan semangat menulis saya dengan virusnya. Pak Sukani, sebagai juara guraru juga menularkan virus semangatnya menciptakan inovasi produk pendidikan yang berani menginterasikan karakter pribadinya dalam pembelajaran. Ingat Pak Sukani, saya jadi ingat pesan dosen saya waktu kuliah “Teacher is a Living Curriculum.” Saya rasa virus Pak Sukani bukanlah di inovasi produknya tetapi keunikannya dalam membuat pelajaran dan karakter guru ter-blended jadi satu menurut saya menjadi kurikulum yang tidak terkalahkan. Saya rasa saya sudah tertular virus ini dan saya akan menciptakan materi pembelajaran versi saya.

20131123_173323

Foto: Pembicara dan Panitia Kopdar Guraru

Secara keseluruhan, hal terbaik dari acara ini ada pada virus yang dimiliki peserta dan panitia acara ini. Saya rasa saya mulai terinfeksi parah dengan virus yang mematikan, langka, dan menular ini. Saking kritisnya, saya kecanduan dengan virus dari guru-guru di acara kopdar ini. Saya memilih untuk tidak ‘sembuh’ dari virus ini dan saya mau justru terus menerus disuntik oleh virus ini. Oleh sebab itu, saya berharap guraru perlu kembali mengadakan kopdar ini dan menularkan virus-virus semangat dari guru era baru ini ke lebih banyak guru-guru di Jakarta. Tidak perlu mewah, tidak perlu mengundang pembicara level nasional dan internasional, tidak perlu fasilitas wah. Cukup menghadirkan orang-orang bervirus ini dalam ruangan, berinteraksi, kopdar pun akan menjadi momen titik balik dari guru yang hadir.

Virus-virus dari orang-orang inilah yang menjadi hadiah terindah saya di Hari Guru Nasional tahun ini. Saya berterima kasih buat semua peserta, panitia, dan juga pengisi acara di Guraru Award ini.

Yuk, sebarkan virus mematikan, langka, dan menular ini di kopdar selanjutnya!

Selamat Hari Guru, Guraru!

Saya sering mengikuti bebragai kegiatan seminar, workshop, dan pelatihan guru.

You may also like...

3 Responses

  1. Laksmi says:

    “Put the firewood altogether and it will be massively burnt” 🙂
    Meski saya tidak bisa ikut acara Kopdar Guraru kemarin namun hanya dengan membaca tulisan ini, sayapun ikut terbakar, tertular “virus” teman-teman yang ikut Kopdar. Jujur saya terharu, selama ini begitu banyak stigma tentang guru yang susah berubah dan malas belajar, but then we made it! Kopdar kemarin salah satu bukti bahwa masih banyak guru-guru pembelajar yang tidak patah semangat menularkan “virus” pembelajar dimanapun mereka berada, ditengah pesimisme pendidikan kita, mereka membawa pelita baru and that’s the real teacher! that’s what the teachers are for, bring the light into darkness

  2. Baru tahu, behind the scene of most senior Indonesian teachers attitude… 😀
    Typical orang Indonesia banget, ya? 😉
    But, GURARU community proves the different things!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *