Di tengah hiruk pikuknya Jakarta sebagai kota multikultur, ternyata kota ini menyimpan lembaran sejarah yang seringkali terlupakan oleh banyak penduduk Jakarta. Sejarah ini mulai dibukakan kembali melalui salah satu event menarik yang saya ikuti yaitu TourDe Busway.
Memperingati peringatan Cap Go Meh, 15 hari setelah imlek, saya bersama rekan-rekan pecinta sejarah mendaftar untuk mengikuti kegiatan eksplorasi sejarah kota Jakarta yang menyimpan makna yang begitu berarti bagi kehidupan masyarakat Jakarta baik di masa lampau dan masa kini.
Pagi itu, pukul 8 kurang, kami berkumpul di bundaran HI tepat di depan Plaza Indonesia berkumpul bersama komunitas Car Free Day yang ‘tumpah’ ruah di jalan Sudirman-Thamrin itu. Banyak masyarakat yang memanfaatkan momen tersebut menjadi waktu berolahraga, berkumpul bersama rekan, juga melakukan kampanye budaya yang khas di Jakarta. Hal yang tidak pernah terlupakan dari pembukaan event ini adalah kami dikelilingi oleh komunitas sepeda ontel yang seolah-olah membawa kembali kami ke sejarah Jakarta tempo doloe dimana sepeda ontel menjadi salah satu transportasi favorit di masa lampau.
Pukul 8, kami ditempatkan dalam masing-masing kelompok berdasarkan pinnya. Saya kebetulan ikut dalam pin abu-abu. Setiap kelompok mendapatkan 1 tur guide yang akan menjelaskan sejarah kota Jakarta selama perjalanan kami. Bersama Mas Sofyan, kami berangkat dengan bus transjakarta yang disudah dibooking bersama komunitas suara transjakarta yang memiliki alamat twitter di @infobusway. Ternyata kerja sama ini memang melahirkan kombinasi yang menarik dan efektif. Selain mengetahui sejarah Jakarta, kita ditantang untuk mengeksplorasi serunya jalan-jalan dengan salah satu sistem transportasi terbesar di Jakarta yaitu TransJakarta. Serunya, dengan komunitas ini dapat melihat update tentang situasi terbaru dari keadaan halte, bus, bahkan rute perjalanan bus transjakarta. Benar-benar wisata sejarah yang berorientasi pada masa kini dan masa depan!
(Sumber: www.infobusway.com)
Disini kami tidak hanya sekedar naik bus transjakarta tetapi juga diajari peraturan dan juga etika naik bus transjakarta yang baik dan benar. Sambil menunggu 1 bus transjakarta gandeng yang akan membawa kami menuju Gedung Arsip, Tour Guide kami, @Sofiyan28 menjelaskan sejarah kota Jakarta, mulai dari ketika namanya masih Sunda Kelapa. Sepanjang perjalanan, kami juga bukan hanya sekedar duduk atau berdiri saja, tetapi kami juga dijelaskan dengan aspek sejarah dari gedung atau tempat-tempat yang kami lewati. Mulai dari sejarah nama Sudirman, patung yang ada di Harmony, monumen nasional, dan berbagai gedung yang menyimpan kisah-kisah menarik yang terjadi di masa lampau. Meskipun berdiri, banyak hal yang saya pelajari
(sumber: www.cybertech.cbn.net.id )
Sampai di depan Halte Sawah Besar, kami turun dari bus dan mulai berjalan menyusuri daerah sawah besar dan mangga besar. Kami menyusuri jalan yang menjadi salah satu pusat perdagangan yang ada di Jakarta di masa lalu. Sesuai dengan sejarahnya, banyak gedung, toko, restoran, dan berbagai bangunan yang merupakan pusat perdagangan sejak dahulu hingga kini. Bahkan banyak gang di sekitar sana bernama jalan kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran, kedamaian, dan berbagai istilah yang berhubungan dengan hal-hal positif yang menjadi harapan warga pada masa itu. Selagi kami berjalan, banyak hal yang kami temukan tentang fenomena nama Jakarta yang berganti nama berkali-kali mulai dari Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, Betawi, sampai Jakarta. Nama kota Jakarta yang ternyata diberikan oleh Jepang yang ingin membuatnya menjadi simpel dan sederhana.
Tibalah kami di salah satu gedung bersejarah yaitu Gedung Arsip Nasional yang menyimpan barang-barang peninggalan bersejarah masa penjajahan Belanda yang begitu unik. Gedung ini adalah bekas kediaman gubernur jenderal VOC Reinier de Klerkdan dibangun di abad ke-18.Mulai dari peta dunia jaman penjajahan belanda, meriam, meja, kursi, lemari, lampu yang unik peninggalan masa lampau. Satu hal unik yang saya pelajari disini sebagai guru geografi pada saat itu adalah, saya dapat menemukan peta dunia zaman dahulu yang berbeda dengan zaman sekarang. Bahkan, banyak nama-nama tempat di Indonesia yang berubah dari zaman dahulu hingga sekarang di dalam peta itu. Berikut adalah gambar peta Indonesia pada masa itu yang terkenal dengan Spices Island dimana bangsa-bangsa mencari harta rempah-rempah di negara indah ini:
(Sumber gambar:www.libweb5.princeton.edu)
Di Gedung Arsip ini, kami menemukan bahwa ternyata peninggalan sejarah ini sangatlah berharga. Setelah melakukan tour di dalam gedung, kami dikumpulkan di luar halaman gedung ini dan disana bang Asep membagikan kata sambutan, visi, misi, dan pesan dari beliau sebagai pendiri Komunitas Historia Indonesia. Salah satu pesan Bang Asep Kambali yang paling berkesan adalah ternyata bangsa Tionghoa yang seringkali dianggap sebagai orang asing ternyata memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Misalnya saja ternyata orang TiongHoa dulu yang memiliki rumah tempat penyusunan naskah proklamasi, lalu tempat pembuatan sumpah pemuda yang menjadi bagian dari sejarah penting yang tidak boleh dilupakan. Selain itu, salah satu bahasa “gue”, “elo” yang merupakan bahasa khas jakarta pun merupakan salah satu bangsa yang dikembangkan oleh bangsa Tiongoa pada masa itu.
Setelah dari Gedung Arsip, kami menyusuri jalan hingga ke lokasi akhir yaitu Candra Naya, sebagai salah satu tempat yang menyimpan jejak bangsa Tionghoa yang tersembunyi di Jakarta. Candranaya dinaungi bangunan hotel – Novotel Gajah Mada – dan di latar belakangnya telah berdiri superblock Grand Central City.
(Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/02/perpaduan-budaya-cina-jawa-di-candra-naya)
(Sumber:http://travel.detik.com/read/2012/10/09/091824/2057895/1383/candra-naya-jejak-tionghoa-batavia-yang-tersembunyi)
Seperti yang diulas oleh Christantiowati dalam artikelnya yang berjudul perpaduan-budaya-cina-jawa-di-candra-naya, gedung Candra Naya yang terkenal sebagai salah satu cagar budaya di Jakarta. Gedung ini awalnya dimiliki keluarga tuan tanah Khouw yang salah satu keturunannya, Khouw Kim An oleh Belanda diangkat menjadi Majoor de Chineezen, pemimpin masyarakat Cina semasa 1910-1916 dan 1927-1942. Candra Naya memang menunjukkan pemiliknya adalah cendekiawan kaya raya yang menghargai ilmu pengetahuan dan seni. Ornemen gedung berlantai marmer ini dirancang dengan sentuhan mewah kayu hitam bercat warna emas bernilai seni tinggi.
Pada saat itu, untuk merayakan Cap Go Meh, sebagai peringatan 15 hari setelah perayaan tahun baru imlek, Candranaya menggelar pagelaran wayang Potehi dan perayaan “Afternoon Tea” bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta. Disini, saya merasakan betul bahwa penghargaan terhadap budaya Tionghoa semakin membaik di Jakarta. Dengan adanya perayaan yang diadakan di bangunan seperti ini, bangsa Indonesia telah mengakui keberadaan bangsa Tionghoa sebagai bagian dari sejarah nasional bangsa yang berperan penting dalam merajut budaya Jakarta.
(Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/02/perpaduan-budaya-cina-jawa-di-candra-naya)
Disini kami berkesempatan mendapatkan seminar langsung dari Ibu Naniek sebagai salah satu budayawan yang turut menggerakan pelestarian cagar budaya Candranaya. Visinya untuk terus melestarikan gedung-gedung bersejarah menginspirasi saya pribadi bahwa sejarah merupakan salah satu harta yang memiliki nilai yang sangat berarti dalam kehidupan sosial masyarakat. Jika bangunan-bangunan ini tidak dirawat tentu saja, hal ini akan mengakibatkan lenyapnya warisan budaya yang merefleksikan kehidupan masa lalu yang tidak akan ditemukan lagi di berbagai belahan dunia manapun. Candranaya menjadi salah satu bangunan yang berhasil diselamatkan dan dipugar kembali dengan menggunakan kayu yang masih asli peninggalan masa lalu. Dengan taman, kolam, dan suasana gedung modern yang disekitarnya, Candranaya menjadi salah satu wisata sejarah yang menarik, relevan, dan tentu saja memberikan suasana masa lampau sejarah bangsa Tionghoa yang tinggal di Jakarta.
Pada akhirnya, saya benar-benar berterima kasih kepada Komunitas Historia Indonesia @IndoHistoria yang telah mengadakan Tour De Busway ini yang telah menginspirasi banyak orang untuk mengingatkan kami akan indahnya dan dalamnya makna sejarah. Sungguh 1/2 hari yang menciptakan sejarah baru bagi kami yang mengikuti kegiatan ini untuk makin mencintai kota Jakarta. Hal inilah yang membuat saya terus percaya dan berharap bahwa Komunitas Historia Indonesia akan menjadi salah satu komunitas perekat budaya bangsa sebagai satu Indonesia, satu tanah air.
Terus maju Komunitas Historia Indonesia, Ciptakan Sejarah dengan Sejarah!
Education x Technology
an awesome trip..I wish I had been there